Jakarta, CNN Indonesia —
Kisah kepala sekolah SMAN 1 Cimarga cukup bikin heboh. Ia dipolisikan orang tua siswa yang tak terima sang anak ditampar. Pernah Tak perlu ditanyakan lagi ini jadi dilema buat para guru yang ingin mendisiplinkan siswa.
Krispina Asih Mahanani, seorang guru kelas 2 SD di sebuah sekolah di Jakarta mengaku prihatin atas apa yang terjadi terhadap Dini Pitri, kepala sekolah SMAN 1 Cimarga, Banten.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Akan segera tetapi, perempuan yang akrab disapa Pina ini berpendapat bahwa Tindak Kekerasan fisik memang tidak dibenarkan di dunia pendidikan apa pun alasan dan situasinya.
“Sekolah itu seharusnya jadi tempat Terpercaya dan nyaman buat siswa. Pendidik enggak bisa menyamakan pendidikan zaman dulu dan Hari Ini. Sekalipun demikian pada praktiknya, seringkali guru dan kepala sekolah mengadapi tekanan besar dalam menangani siswa yang sulit diatur,” kata Pina saat berbincang dengan CNNIndonesia.com jelang akhir pekan lalu.
Pada dasarnya apa yang dialami Dini Pitri Bahkan sempat dialami para pengajar lain di Indonesia. Ada saja orang tua yang tidak terima dengan konsekuensi sekolah atas perilaku sang anak.
Pina berkata tanpa melihat pengalaman Dini Pitri pun, Pada dasarnya mendisiplinkan siswa memang dipenuhi rasa cemas.
“Dari awal jadi guru sampai Hari Ini, muncul rasa khawatir saat ingin mendisiplinkan siswa. Biasanya ada pihak luar termasuk orang tua yang ternyata menganggap tindakan guru itu berlebihan, enggak sesuai,” katanya.
Kerja sama sekolah dan orang tua
Psikolog Alva Paramitha menuturkan bahwa Pada dasarnya ketika orang tua menyekolahkan anak, artinya orang tua Dianjurkan tunduk terhadap semua aturan sekolah.
Alva pun lebih sepakat dengan istilah ‘konsekuensi’ ketimbang ‘hukuman’ yang bernuansa negatif. Mendisiplinkan siswa Setiap Waktu sepaket dengan konsekuensi sehingga anak mengerti setiap tindakan ada dampak atau konsekuensinya.
Ia mengamati sekolah tidak memiliki level pelanggaran dan konsekuensinya. Siswa pun jadi bodo amat sebab pelanggaran apa pun, konsekuensinya kurang lebih serupa.
“Alangkah baik, sekolah itu dalam menetapkan disiplin ada level konsekuensi, sejauh mana pelanggarannya. Tidak mengerjakan PR, misal, dibanding merokok, keduanya di level yang berbeda,” jelas Alva dalam wawancara terpisah.
[Gambas:Video CNN]
Apa yang dialami Dini Pitri jelas membuktikan pendidikan zaman Hari Ini sangat berbeda dengan zaman dulu. Zaman dulu, siswa begitu takut dengan guru. Anak Hari Ini, kata Alva, kondisinya berbeda secara mental.
Alva mengimbau para guru untuk tidak patah semangat untuk mendisiplinkan siswa. Siswa Harus belajar disiplin. Kemudian catatan penting untuk orang tua, hal baik yang Pernah ditanamkan di sekolah, diteruskan di rumah.
“Dalam pendisiplinan anak, enggak bisa di usia sekolah saja. Perkembangan moral itu di usia teenager dari 2-6 tahun. Ini golden age anak mulai kenal dengan aturan misal, makan enggak boleh pegang gadget. Itu Pada dasarnya habit dari rumah,” katanya.
Ia melanjutkan, saat anak tidak terbiasa disiplin, begitu di sekolah anak Harus waktu untuk adaptasi. Di sini pun diperlukan kerja sama antara sekolah dan orang tua dalam membersamai proses adaptasi anak.
Konsekuensi tanpa hukuman fisik
Alva meyakini setiap pengajar memiliki Trik untuk mendisiplinkan siswa tanpa Dianjurkan Menyediakan hukuman fisik.
Sementara itu, Pina bercerita dirinya dan para rekan sejawatnya mencoba menerapkan disiplin positif dengan beberapa Trik sebagai berikut:
1. Siswa tidak langsung dihukum
Siswa yang melanggar aturan tidak langsung dihukum. Siswa diajak berdialog, ditanya kenapa melakukan pelanggaran.
2. Minta siswa perbaiki kesalahan
Guru mengajak diskusi dan Menyediakan edukasi mengenai dampak perilaku siswa. Kemudian siswa diminta memperbaiki kesalahan.
3. Berikan penguatan
Pina berkata penting untuk Menyediakan penguatan saat siswa menunjukkan perilaku baik. Penguatan berupa pujian ini seringkali lebih efektif ketimbang hukuman.
Ditambah lagi dengan, terdapat dialog dengan orang tua. Guru dan orang tua berkolaborasi dalam menentukan konsekuensi buat siswa. Langkah ini dilakukan Supaya bisa anak tidak bingung sebab konsekuensi konsisten baik di sekolah maupun di rumah.
“Kami Pernah Tak perlu ditanyakan lagi Akan segera menghubungi orang tua, cerita apa yang anaknya lakukan selama di kelas. Tanya ke orang tua gimana, lalu dari saya gimana semisal ada ide. Orang tua ada yang punya pendapat beda, ada yang setuju. Saat orang tua dan guru sependapat, baru konsekuensi diterapkan,” katanya.
[Gambas:Video CNN]
(els)
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA