Jakarta, CNN Indonesia —
Ilmuwan memprediksi segmen Megathrust Mentawai-Siberut paling Kemungkinan ‘pecah’ dan menyebabkan gempa berkekuatan besar Sampai saat ini Gelombang Besar di sekitar wilayah dekat zona tersebut.
Irwan Meilano, Ilmuwan kegempaan dari Institut Teknologi Bandung (ITB), mengungkap ada tiga bukti riset yang Harus diperhatikan untuk memahami potensi gempa.
Pertama, sejarah kegempaan, Dikenal sebagai mengenai histori kegempaan yang pernah terjadi di daerah tersebut.
Kedua, data pengamatan pola kegempaan Pada Saat ini Bahkan. Menurut Irwan, pada dasarnya, daerah yang berpotensi mengalami gempa besar Pada waktu yang akan datang cenderung memiliki aktivitas kegempaan yang tidak Berlebihan Pada Saat ini Bahkan.
Ketiga, akumulasi regangan yang terjadi dan dapat diukur melalui pengamatan deformasi, termasuk pengamatan GPS yang dikelola Badan Informasi Geospasial (BIG) dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
ITB, dalam laman resminya, mengatakan bahwa “ketiga kondisi tersebut Pernah terjadi terpenuhi di Mentawai”. Sementara, untuk Selat Sunda, hanya kondisi kedua dan ketiga yang terpenuhi.
Artinya, bukti riset di Megathrust Selat Sunda tidak selengkap mentawai. Menurut Irwan hal ini dikarenakan perbedaan geografis keduanya, sehingga tidak mudah untuk melakukan riset di Selat Sunda daripada Mentawai.
Kendati begitu, Irwan mengatakan bahwa data kegempaan di Selat Sunda tidak mengurangi potensi terjadinya gempa di zona megathrust tersebut.
“Kalau kita bicara tentang potensi gempa di kedua Tempat tersebut, sama-sama besar,” kata Irwan, mengutip laman resmi ITB, Kamis (22/8).
Kedua segmen megathrust itu terakhir kali gempa lebih dari dua abad silam. Artinya, kedua segmen megathrust ini masuk dalam zona seismic gap, Dikenal sebagai zona sumber gempa potensial tapi Belum terlaksana gempa besar dalam masa puluhan Sampai saat ini ratusan tahun terakhir.
Zona ini diduga Baru saja mengalami proses akumulasi medan tegangan/stress kerak Bumi.
Megathrust Selat Sunda, yang punya panjang 280 km, lebar 200 km, dan pergeseran (slip rate) 4 cm per tahun, tercatat pernah ‘pecah’ pada 1699 dan 1780 dengan Magnitudo 8,5.
Megathrust Mentawai-Siberut, dengan panjang 200 km dan lebar 200 km, sertaslip rate 4 cm per tahun, pernah gempa pada 1797 dengan M 8,7 dan pada 1833 dengan M8,9.
Irwan menganalogikan dua zona megathrust ini seperti menabung. Akumulasi energi yang ditabung ini Singkatnya Nanti akan dilepaskan dalam bentuk gempa, sesuai dengan hukum alam.
Ia menambahkan bahwa kedua segmen megathrust itu bisa pecah kapan saja, Justru belum ada yang bisa memprediksi kapan itu terjadi.
“Terdapat potensi yang besar untuk terjadi gempa Pada waktu yang akan datang. Sesuai ketentuan riset modern, kita memang belum dapat menentukan waktu yang Jelas tersebut,” tuturnya.
Kabar bahwa ada dua zona megathrust di Indonesia berpotensi menyebabkan gempa besar karena Pernah terjadi lama tak melepaskan energi besarnya menjadi sorotan masyarakat dalam beberapa waktu terakhir.
Mulanya, Kepala Pusat Gempa Bumi dan Gelombang Besar Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Daryono merilis pernyataan yang mengungkap ada dua segmen megathrust di Indonesia tinggal menunggu waktu untuk terjadi gempa. Pernyataan Daryono sebetulnya muncul untuk mengomentari gempa Jepang pekan lalu yang bersumber dari Megathrust Nankai.
Dalam keterangan resminya, Daryono memperingatkan dua megathrust di Indonesia, Megathrust Selat Sunda dan Megathrust Mentawai-Siberut, Pernah terjadi lama tak melepaskan energinya.
“Rilis gempa di kedua segmen megathrust ini boleh dikata ‘tinggal menunggu waktu’ karena kedua wilayah tersebut Pernah terjadi ratusan tahun Belum terlaksana gempa besar,” kata Daryono.
(tim/dmi)
[Gambas:Video CNN]
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA