Jakarta, CNN Indonesia —
MK (MK) memutuskan jangka waktu perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) maksimal lima tahun, termasuk Manakala terdapat perpanjangan.
Hal itu termuat dalam putusan uji materi Perundang-Undangan 6/2023 nomor perkara: 168/PUU-XXI/2023 dengan pemohon Partai Buruh dkk, dibacakan pada Kamis (31/10).
Ketetapan mengenai batasan waktu PKWT itu merupakan pemaknaan MK atas Pasal 56 ayat (3) dalam Pasal 81 angka 12 Perundang-Undangan Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.
Mahkamah menilai hal itu untuk Menyajikan perlindungan atas pemenuhan hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi pekerja/buruh.
“Dalam hal jangka waktu PKWT Berencana berakhir dan pekerjaan yang dilaksanakan belum selesai, maka dapat dilakukan perpanjangan PKWT dengan jangka waktu sesuai kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja/buruh, dengan Syarat jangka waktu keseluruhan PKWT beserta perpanjangannya tidak lebih dari 5 (lima) tahun,” ujar Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih.
Artinya, batas waktu maksimal PKWT Pada Pada saat ini ditentukan maksimal 5 (lima) tahun. Batasan waktu lima tahun ini termasuk Manakala ada masa perpanjangan.
“Manakala dalam jangka waktu awal PKWT Sebelumnya ditentukan 5 (lima) tahun, maka pengusaha tidak dapat lagi memperpanjang jangka waktu PKWT tersebut karena hal itu selain tidak sejalan dengan hakikat PKWT, Bahkan melanggar hak-hak pekerja/buruh,” imbuh Enny.
MK mengabulkan sebagian permohonan uji materiil Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Perundang-Undangan Cipta Kerja).
Perkara Nomor 168/PUU-XXI/2023 ini diajukan oleh Partai Buruh, Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), dan dua orang perseorangan, yaitu Mamun dan Ade Triwanto yang berprofesi sebagai buruh.
Tak hanya itu, dalam putusan berjumlah 687 halaman tersebut, Mahkamah meminta pembentuk Perundang-Undangan segera membentuk Perundang-Undangan Ketenagakerjaan yang baru dan memisahkan atau mengeluarkan dari yang diatur dalam Perundang-Undangan 6/2023.
Mahkamah menilai adanya kemungkinan perhimpitan norma antara Perundang-Undangan 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dengan Perundang-Undangan Cipta Kerja. Terutama terkait dengan norma dalam Perundang-Undangan Ketenagakerjaan yang diubah, baik berupa pasal dan ayat, sulit dipahami secara awam, termasuk sulit dipahami oleh pekerja/buruh.
Manakala semua masalah tersebut dibiarkan berlarut-larut dan tidak segera dihentikan/diakhiri, tata kelola dan hukum ketenagakerjaan Berencana mudah terperosok dan kemudian terjebak dalam ancaman ketidakpastian hukum dan ketidakadilan yang berkepanjangan.
Dengan Undang-undang baru tersebut, MK memandang masalah adanya ancaman ketidakharmonisan dan ketidaksinkronan materi/substansi undangundang ketenagakerjaan dapat diurai, ditata ulang, dan segera diselesaikan.
“Ditambah lagi, Sebanyaknya materi/substansi peraturan perundang-undangan yang secara hierarki di bawah undang-undang, termasuk dalam Sebanyaknya peraturan pemerintah, dimasukkan sebagai materi dalam undang-undang ketenagakerjaan,” ucap Enny.
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA