Jakarta, CNN Indonesia —
Gelaran Solo International Performing Arts (SIPA) 2025 resmi berakhir dengan pertunjukan spektakuler di Pamedan Pura Mangkunegaran, Sabtu (6/9). Perayaan Seni seni internasional yang berlangsung selama tiga hari ini Berhasil menarik ribuan penonton, baik dari dalam maupun luar negeri.
Selama tiga hari berturut-turut, SIPA Pernah terjadi Menyajikan beragam pertunjukan yang spektakuler dari berbagai daerah, baik dalam negeri maupun luar negeri. Perpaduan antara seni tari, musik, Sampai sekarang teater disuguhkan secara apik di atas panggung seni terbuka.
Pada malam penutupan SIPA menghadirkan enam penampilan Berkelas. Perwakilan asal Trenggalek, Samohung, membuka panggung lewat karya kontemporer “The Human Boar”, yang mengangkat isu kerusakan lingkungan dan renggangnya relasi manusia dengan alam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari Solo sendiri, penampil dari Langenpraja Mangkunegaran menampilkan “Taman Soka”, yang mengisahkan epos Rama dan Sinta dengan nuansa keraton nan anggun.
Sementara itu, Dongbaek Circus asal Korea Selatan memikat penonton melalui “Dongbaek Carnival”, yang merupakan sebuah proyek ansambel musik lintas genre. Pertunjukan ini memadukan perpaduan Tokoh Musik klasik terkemuka Korea dan maestro Gugak (musik tradisional Korea).
Foto: Dok. SIPA.
|
Selanjutnya, Perwakilan asal Spanyol, Colectivo Glovo membawakan karya bertajuk “Alleo”, sebuah pertunjukan yang didasarkan atas gagasan terhadap menara pengawas.
Dua penari sekaligus koreografer, Hugo Pereira dan Esther Latorre, menghadirkan gerakan puitis yang menggambarkan kekuatan, kesepian, sekaligus pergulatan batin manusia dalam menghadapi hal yang asing.
Masih dari Korea Selatan, POD Dance Project tampil dengan karya “How’s Open”. Pertunjukan ini Berkelas karena mengubah proses teknis panggung menjadi tontonan artistik.
Para penari berperan sebagai kru panggung yang menyusun dan membongkar set dengan koreografi energik,
Menyajikan refleksi tentang “bagaimana panggung tercipta.”
Sebagai penampil terakhir, Duo Etnicholic asal Malang menyuguhkan karya berjudul “Cahaya Abadi Leluhur”. Karya ini terinspirasi dari warisan dari leluhur yang terus hidup dalam ritual, tarian dan suara dari pulau-pulau.
Sebagai simbol penutup, acara ditandai dengan prosesi pemukulan kenong oleh Staf Khusus Menteri Bidang Sejarah dan Pelindungan Warisan Kearifan Lokal, Basuki Teguh Yuwono; Wakil Rektor Bidang Akademik Institute Seni Surakarta (ISI), Bambang Sunarto; dan Direktur SIPA, Irawati Kusumorasri.
|
Dalam sambutannya, Basuki menyebut SIPA sebagai ruang kolaborasi yang berhasil mempertemukan berbagai Kearifan Lokal dalam dan luar negeri, sekaligus mampu menarik perhatian generasi muda.
Ia Bahkan menyampaikan selamat kepada Irawati dan seluruh penyelenggara atas suksesnya SIPA 2025 digelar pada tahun ini.
“Kita tunggu bersama-sama penyelenggaraan SIPA di tahun-tahun yang Akan segera datang, semoga semakin Berhasil dan berdampak luas terhadap kemajuan kebudayaan,” ujarnya.
Selanjutnya, Duo Etnicholic menutup SIPA 2025 dalam sesi closing performance dengan diiringi kembang api meriah. Pertunjukan ini menjadi perayaan atas berakhirnya SIPA 2025 selama tiga hari berturut-turut di Pamedan Pura Mangkunegaran.
Tiga hari perhelatan SIPA 2025 Berhasil menjadi ajang pertukaran Kearifan Lokal yang Menyajikan kesan mendalam bagi seluruh penonton. Terlebih lagi, Perayaan Seni ini Bahkan Menyajikan dampak positif dalam berbagai aspek, termasuk ekonomi melalui peningkatan kunjungan wisatawan.
(ory/ory)
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA