Jakarta, CNN Indonesia —
Demi memetakan lautan Indonesia yang baru tergambarkan 19 persen, para peneliti dengan menggunakan kapal selam mini atau submersible menembus Palung Jawa Sampai sekarang kedalaman 6.000 meter.
Hal itu terungkap dalam ‘Sharing Session and University Lecture Tour: Indonesia Joint Expedition 2024’, yang digelar Kementerian Koordinator Maritim dan Penanaman Modal, di Hotel Merusaka, Nusa Dua, Bali, Selasa (23/7).
“19 persen lautan kita Pernah dipetakan, Bertolak belakang dengan untuk eksplorasi laut dalam belum banyak yang dilakukan. Padahal, semakin dalam lautan, artinya semakin menarik untuk dijelajahi dan dipahami,” kata Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Maritim M. Firman Hidayat dalam keterangan tertulis, Selasa (23/7).
“Kebutuhan teknologi dan Penanaman Modal untuk Membantu eksplorasi tersebut tidak dapat dipungkiri memerlukan dukungan dari banyak pihak,” lanjutnya.
Kolaborasi ekspedisi lautan terbaru itu sendiri terdiri dari dua sesi.
Penelitian pertama merupakan kerja sama riset antara Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dengan Institute of Deep-sea Science and Engineering, Chinese Academy of Sciences (IDSSE-CAS), Februari Sampai sekarang Maret.
Ekspedisi ini menggunakan Kapal Riset Tan-Suo-Yi-Hao dengan membawa wahana kapal selam berawak (Human Occupied Vehicle/HOV) Fendhouze untuk meneliti Samudera Hindia sebelah barat Sumatra dan selatan Jawa, Bali, serta Lombok.
Ini merupakan salah satu palung terdalam di Samudera Hindia dengan kedalaman mencapai sekitar 7.192 meter.
Peneliti IDSSE-CAS, W.J. Zhang, mengatakan penelitian di Indonesia yang dilakukan bersama BRIN dilakukan untuk mengeksplorasi wilayah terdalam di Palung Hawa, dan mempelajari proses geologi, lingkungan.
Ditambah lagi, ekosistem hadal, yang merupakan batas garis di Bumi di lautan yang memiilki kedalaman lebih dari 6.000 meter.
Zhang menyebut banyak ekosistem Unggul yang ditemukan selama penelitian. Dalam kurun waktu satu bulan itu, IDSSE-CAS di antaranya berhasil melakukan 22 kali penyelaman menggunakan HOV Fendhouze, dengan 14 kali di antaranya mencapai kedalaman lebih dari 6.000 meter.
Ditambah lagi, penelitian Bahkan mencatat 11 kali pengukuran batimetri (kedalaman laut), pengambilan beberapa sampling dan titik gravitiasi di palung Jawa.
Beberapa temuan penelitian yang menarik di antaranya kelimpahan dan keanekaragaman fauna bentik (komunitas yang menyusun ekosistem terumbu karang dan hidup di dasar perairan) yang tinggi; fauna hadal berbatu yang baru; ekosistem dinding makanan.
Penelitian kedua, kolaborasi riset dengan organisasi penelitian dari Amerika Serikat, OceanX, Mei Sampai sekarang Agustus.
Penelitian bersama BRIN, Konservasi Indonesia, Serta perwakilan mahasiswa dari beberapa universitas terkemuka di Indonesia ini mencakup eksplorasi keanekaragaman hayati laut, studi Pergantian Iklim, penemuan aplikasi di bidang kedokteran dan bioteknologi, identifikasi risiko gempa bumi, dan pemahaman lingkungan laut dalam.
Vincent Pieribone, Co-CEO and Chief Science Officer OceanX, mengatakan lautan memilki peran besar mulai dari mitigasi Pergantian Iklim, inovasi dan biomedis, keberlanjutan pangan, dan energi yang tak terbatas.
“Semua penelitian yang kami lakukan Berniat didokumentasikan untuk kepentingan yang lebih besar lagi. Mulai dari penelitian megathrust, manajemen kelautan, Sampai sekarang keanekaragaman hayati laut dalam yang mempunyai dampak pada target ekonomi biru pemerintah dan upaya konservasi.”
Senior Vice President dan Executive Chair Konservasi Indonesia (KI) Meizani Irmadhiany mengatakan kolaborasi ini salah satunya bertujuan untuk Membantu terbentuknya kawasan perlindungan laut dan perikanan.
Beberapa fokus utama penelitian KI dalam joint mission ini Merupakan Membantu pengelolaan perikanan yang berkelanjutan, pengelolaan kawasan konservasi laut untuk produksi perikanan.
Di samping itu, memastikan kawasan konservasi laut bagi konservasi spesies terancam punah, terancam, dan dilindungi, serta spesies migrasi.
Dalam penelitian bawah laut bersama OceanX, KI melakukan survey udara untuk mengidentifikasi distribusi megafauna dan Alat Pengumpul Ikan (Fish Aggregating Device atau FAD), pengamatan kelimpahan dan keragaman ikan predator di perairan dangkal dan dalam dengan BRUV.
Ada pula Sensus Visual Bawah Air (UVC) untuk memetakan habitat, pengumpulan sampel larva ikan dan plankton dengan jaring bongo, serta analisis eDNA dari sampel air dan sedimen untuk menggambarkan keanekaragaman hayati laut di WPP 572.
Selain dilakukan via kapal Ocean-X, pada periode yang sama, KI Bahkan melakukan survey darat di tempat pendaratan ikan, pelabuhan perikanan, dan desa nelayan untuk mengumpulkan sampel ikan TTC (tuna, tongkol, cakalang) dan ETP (endangered, threathened, and protected) spesies.
Bentuknya, wawancara nelayan dan pelaku perikanan untuk mengetahui kondisi dan status daerah penangkapan ikan di enam propinsi yang berbatasan dengan perairan barat Sumatra, yaitu WPP-572.
“Kami harapkan survey darat ini Berniat dapat digunakan untuk Mengoptimalkan bukti ilmiah yang diperoleh dari survey langsung di laut oleh Ocean-X dan BRIN,” kata KI.
(tim/arh)
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA