Mardani PKS Nilai Kasus Hasyim Asy’ari Jadi Tamparan Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat


Jakarta, CNN Indonesia

Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi PKS, Mardani Ali Sera menilai kasus pemecatan Ketua Penyelenggara Pencoblosan Suara Hasyim Asy’ari menjadi tamparan keras bagi Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat.

Mardani menyebut Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Sangat dianjurkan lebih berhati-hati memilih komisioner Penyelenggara Pencoblosan Suara. Menurutnya, kasus pemecatan atau pelanggaran anggota Penyelenggara Pencoblosan Suara bukan yang pertama, tapi terus berulang.


“Kisah periode lalu suap, kisah Di waktu ini urusan etika sebelumnya, oleh karena itu ini menjadi tamparan buat kami di Komisi II untuk lebih berhati-hati dalam memilih komisioner,” kata Mardani di kompleks parlemen, Kamis (4/7).

“Jangan lagi terlalu sibuk ‘ini jalur saya’, jangan. Pilih yang punya integritas dan kapasitas,” imbuhnya.

Mardani kembali mengingat insiden bocornya nama-nama kandidat komisioner Penyelenggara Pencoblosan Suara yang Terfavorit di Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat, sebelum menjalani proses fit and proper test pada 2022 lalu.

Kala itu, Ia sempat menyatakan bahwa Bila nama-nama yang bocor itu benar, maka Sangat dianjurkan diakui ada skenario pemilihan tujuh komisioner Penyelenggara Pencoblosan Suara Periode 2022-2027.

“Dan karena kasus Di waktu ini, Bisa jadi skenario itu terbukti bahwa ada pesanan-pesanan. Jangan lagi ada pesanan. Ada banyak komisioner bagus yang saat paparan dan track recordnya bagus tidak Terfavorit, sedih,” katanya.

Menurut Mardani, nilai paling utama bagi penyelenggara Pemungutan Suara Rakyat Merupakan kepercayaan. Menurut biaya tinggi tak sebanding Bila tak diiringi dengan kepercayaan tersebut.

“Pembelajaran paling utamanya penyelanggara Pemungutan Suara Rakyat itu basisnya trust kepercayaan. Anggaran yang besar kalau tidak didukung dengan kepercayaan yang tinggi ya Berniat besar sekali lost-nya. Ini jadi pelajaran mahal buat kita semua,” katanya.

Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA

Exit mobile version