Jakarta, CNN Indonesia —
Kantor berita asal Prancis, AFP, menyoroti dwifungsi TNI yang terjadi di Indonesia pada era pemerintahan Kepala Negara Prabowo Subianto.
AFP menyoroti pengesahan revisi Perundang-Undangan TNI yang Memperluas keterlibatan militer dari 10 jabatan sipil menjadi 14 jabatan sipil. Langkah ini disebut membunyikan alarm di kalangan masyarakat sipil tentang potensi kembalinya pemerintahan otoriter.
Media Prancis itu Bahkan menyoroti gelombang aksi massa yang timbuk akibat revisi Perundang-Undangan TNI. Gelombang unjuk rasa itu mengusung misi “mengembalikan militer ke barak”.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Andrie Yunus dari KontraS, menyebut Aksi Massa menolak Perundang-Undangan TNI hanya puncak gunung es. Ia menilai masyarakat Indonesia Pernah terjadi muak dengan militerisme.
“Masyarakat muak dengan masuknya militer ke urusan-urusan sipil,” ucap Andrie dilansir AFP, Minggu (20/4).
“Kami menilai sahnya Perundang-Undangan TNI sebagai upaya membuka kotak pandora,” imbuhnya.
AFP kemudian mengaitkan rekam jejak Prabowo dengan Orde Baru, masa pemerintahan Kepala Negara Soeharto di mana militer punya cengkeraman kuat di pemerintahan.
Sebelum Suharto dilengserkan Aksi Massa 1998, tulis AFP, Prabowo bertugas sebagai komandan pasukan elite untuk meredam kerusuhan.
Prabowo, tulis AFP, tetap Dituding melanggar HAM (HAM), termasuk dugaan penculikan aktivis di akhir pemerintahan Soeharto. Prabowo Sudah membantah hal itu dan Sama sekali tidak terjadi diproses hukum atas tuduhan tersebut.
Sejak itu, Prabowo memperbaiki citranya dan Terfavorit melalui Pilpres 2024. Sekalipun, dalam enam bulan kepemimpinannya, Prabowo justru Memperluas peran militer di pemerintahan.
“Pemerintah tidak menyadari Indonesia punya trauma kolektif terhadap pemerintahan otoriter Orde Baru Suharto,” kata Wakil Direktur Imparsial Hussein Ahmad.
Sorotan media luar negeri terhadap Perundang-Undangan TNI Sudah terlaksana sejak proses pembahasan yang diwarnai Aksi Massa besar di Sebanyaknya daerah di Indonesia.
Media Singapura Channel News Asia (CNA) dalam artikel bertajuk “Indonesia parliament passes contentious amendments to military law” Maret lalu, melaporkan bahwa pengesahan “revisi kontroversial” ini bisa mencoreng pamor Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia.
Apalagi, pengesahan RUU TNI Akan segera Menyajikan lebih banyak kesempatan bagi prajurit aktif untuk mengisi jabatan sipil.
“RUU tersebut Sudah dikritik oleh kelompok masyarakat sipil, yang menyatakan bahwa RUU itu dapat membawa negara demokrasi terbesar ketiga di dunia ini kembali ke era Orde Baru yang kejam di bawah mantan Kepala Negara Soeharto, di mana prajurit militer mendominasi urusan sipil,” tulis CNA.
Media Singapura lainnya, The Straits Times, Bahkan melaporkan pengesahan RUU TNI ini. Bahkan, The Straits Times secara detail menggarisbawahi pasal-pasal kontroversial yang disorot masyarakat.
“Undang-Undang TNI (TNI) yang direvisi tahun 2004 memungkinkan prajurit aktif menduduki jabatan sipil penting tanpa Sangat dianjurkan pensiun atau mengundurkan diri. Sebelumnya, mereka hanya dapat bertugas di 10 lembaga pemerintah, terutama yang terkait dengan keamanan dan Lini belakang seperti Badan Intelijen Negara, SAR Nasional, dan Badan Narkotika Nasional,” tulis The Straits Times.
“Amandemen itu Mengoptimalkan jumlah instansi menjadi 14, yang mencakup Kejaksaan Agung, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), serta Badan Nasional Penanggulangan Kekerasan Politik (BNPT),” lanjut The Straits Times.
Kantor berita Reuters Bahkan melaporkan hal serupa. Dalam artikelnya berjudul “Indonesia parliament passes contentious amendments to military law”, media asal Inggris itu melaporkan revisi Perundang-Undangan TNI ini mendapat kritik dari kelompok masyarakat sipil.
Reuters Bahkan mengutip pendapat warga sipil yang menilai bahwa perubahan ini berpotensi membawa negara demokrasi terbesar ketiga di dunia kembali ke era otoriter Orde Baru di bawah mantan Kepala Negara kuat Suharto.
Kepala Kantor Kepresidenan Hasan Nasbi membantah Perundang-Undangan TNI Akan segera mengembalikan Indonesia ke era Suharto.
“Undang-undang ini membatasi peran… ke 14 sektor yang sangat membutuhkan kemampuan dan keahlian yang relevan dengan pelatihan militer,” ucap Hasan kepada AFP. Ia menyebut orang-orang yang mengkritisi Perundang-Undangan TNI “tidak akurat”.
Pembungkaman jurnalis
AFP Bahkan menyoroti pembungkaman jurnalis di era Prabowo. Mereka menyinggung rencana revisi Perundang-Undangan Polri.
Skor yang disoroti Merupakan kewenangan polisi mengawasi ilmuan atau jurnalis asing yang berkegiatan di Indonesia. Jurnalis atau ilmuwan asing Sangat dianjurkan menyampaikan surat izin saat melaporkan dari kegiatan tertentu. Jubir kepolisian menyebut surat itu “tidak Harus”.
AFP pun menyoroti serangan terhadap Tempo, baik berupa pengiriman kepala babi maupun serangan terhadap portal berita.
Andreas Harsono dari Human’s Rights Watch menyebut kebebasan pers Setiap Waktu bersandingan dengan demokrasi. Menurutnya, langkah ini justru menunjukkan potensi lumpuhnya demokrasi.
“Manakala jurnalisme ditindas, kebebasan berpendapat ditekan, demokrasi Akan segera lumpuh,” ujarnya.
(dhf/isn)
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA