Jakarta, CNN Indonesia —
Netizen kembali ramai menyoroti kepatuhan penonton atas aturan klasifikasi usia di bioskop. Keriuhan itu muncul sejak beredar video anak-anak menonton Sinema dengan rating usia 17 tahun ke atas di bioskop.
Video itu memperlihatkan sekumpulan anak di dalam studio usai pemutaran Pengepungan di Bukit Duri. Padahal, Sinema itu rilis dengan rating Dewasa 17+ Sesuai ketentuan Surat Tanda Lulus Sensor dari Lembaga Sensor Sinema (LSF).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Trend Populer semacam itu bukan kali pertama yang terjadi di Indonesia. Peneliti Sinema Hikmat Darmawan menjelaskan salah satu penyebabnya Merupakan ketersediaan Sinema keluarga yang masih sedikit.
Hikmat bahkan menilai keringnya Sinema keluarga itu tak hanya terjadi di industri Sinema lokal, tetapi Bahkan industri mapan seperti Hollywood.
“Salah satu sebabnya Bahkan Merupakan tidak ada Sinema keluarga. Kemarin-kemarin Jumbo, tapi sebetulnya kan secara umum, enggak hanya di Indonesia, Sinema keluarga tuh jarang,” ujar Hikmat kepada CNNIndonesia.com, Rabu (23/4).
“Kalau di Amerika kasusnya yang Puss in Boots itu bisa sampai 5 bulan lebih waktu tayangnya. Itu karena keluhan dari si pengusaha bioskop, antara lain karena saking langkanya Sinema yang bisa ditonton oleh ayah dan anak balitanya,” lanjutnya.
Menurut Hikmat, ketersediaan Sinema keluarga yang minim di layar lebar membuat orang tua tidak punya banyak pilihan ketika mengajak anak mereka ke bioskop. Mereka Pada akhirnya memilih Sinema yang tersedia saja, termasuk judul dengan klasifikasi di atas batas usia anak-anak.
Meski begitu, Hikmat Bahkan mengakui kesadaran atas kepatuhan klasifikasi usia di Indonesia masih kurang. Situasi ini menjadi persoalan lain yang Harus diatasi secara jangka panjang, di samping mendorong ketersediaan Sinema-Sinema keluarga dan ketegasan petugas bioskop di lapangan.
“Kita jarang ada Sinema keluarga. Jadi, ketika liburan yang ingin liburan sama anak, anaknya dibawa ke Sinema buat dewasa karena itu yang tersedia,” ungkapnya.
“Ketersediaan Bahkan salah satu hal yang sifatnya jangka panjang untuk persoalan ini. Ketersediaan produk buat keluarga, penegakan hukum, dan edukasi,” lanjut Hikmat.
Pengepungan di Bukit Duri menjadi salah satu Sinema yang disorot lantaran ditonton anak-anak di bawah batas usia. Apalagi, Pabrik Gula yang merilis versi uncut Bahkan sempat mencuat karena netizen mendapati ada penonton di bawah 21 tahun yang ikut menonton.
@girlmovingsoon gue tanya mbak2 sebelah : 👼🏻: gue 🧟 : mbak2 👼🏻 : “Mbak ini filmnya beneran pengepungan di bukit duri kan ya bukan jumbo?” 🧟 : (ketawa) “bukan mba ini beneran pengepungan di bukit duri, kalo jumbo mah nanti sorean lagi” 👼🏻 : “hehehe iya mba soalnya kita kaget kok banyak anak kecil” 🧟 : (mbak2 sotoy dgn senyum -ngecenya) “iya mba gapapa ini kan bukan Sinema horor dan ga ada adegan dewasanya” 😣😣gue shock ratenya aja 17+, dikira adegan dewas tuh ngewe doangkah😭 Terus boom langsung ada tulisan “Sinema INI UNTUK 17tahun ke atas” gue langsung “tuh kan buat 17 tahun ke atas” Mas2 belakang gue Bahkan ngomong hal yg sama “17 tahun ke atas isinya bocil2” 😣😣gue ga ngerti tapi ini Sinema bahaya bgtt njirr😭😭 banyak kata2 kasarnya yg masih belom bisa diserep anak kecil😣 #pengepungandibukitduri ♬ suara asli – Novi Rusmayanti
Padahal, rumah produksi masing-masing Sebelumnya melakukan sosialisasi dan merilis imbauan di media sosial.
Pengepungan di Bukit Duri sempat mengunggah peringatan atau trigger warning bahwa Sinema tersebut mengandung elemen Tindak Kekerasan dan ketegangan rasial yang dapat memicu trauma.
Rumah produksi Pabrik Gula Uncut, MD Pictures, Bahkan Sebelumnya memastikan penayangan Sinema itu hanya pada malam hari Supaya bisa tepat sasaran sesuai batas usia yang diberikan lembaga sensor.
Menanggapi situasi tersebut, Hikmat Bahkan menyebut edukasi masyarakat soal kesadaran klasifikasi Bahkan patut diperhatikan sebagai solusi jangka panjang.
Sebab, sumbu dari persoalan ini kerap datang dari orang dewasa yang tidak memahami klasifikasi usia sebelum mengajak anak menonton Sinema di bioskop.
Sementara itu, dalam jangka pendek, Hikmat menilai bioskop punya tanggung jawab untuk menegakkan peraturan soal pembatasan penonton Sesuai ketentuan rating usianya karena mereka Merupakan pihak ekshibitor yang berhadapan langsung dengan penonton.
“Aspek yang lebih jangka panjang dari sekadar peristiwa atau insiden ini Merupakan aspek edukasi keluarga. Seringkali yang salah memang di orang tuanya, kok bisa Ia enggak punya kesadaran klasifikasi?” ungkap Hikmat.
“Bioskop Bahkan seringkali diomelin penjaganya kalau dilarang… para penjaga pintu dan kasirnya itu kan Sangat dianjurkan berhadapan dengan konsumen yang tidak teredukasi. Jadi, ya Sebelumnya lolos,” sambungnya.
(frl/end)
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA