PR Besar Redam Kasus Intoleransi di Jabar

Jakarta, CNN Indonesia

Pembubaran paksa, intimidasi, serta perusakan fasilitas dan atribut keagamaan dalam kegiatan ibadah retret pelajar Kristen di Desa Tangkil, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi, pada Jumat, 27 Juni 2025 menambah catatan merah kasus intoleransi di Jabar.

Peristiwa tersebut viral di media sosial dan memantik berbagai macam reaksi publik. Aparat kepolisian menetapkan tujuh orang sebagai tersangka dalam kasus tersebut.

Satu di antaranya merupakan warga yang menurunkan dan merusak salib besar di rumah yang menjadi Tempat kegiatan retret.



ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Akibat dari kejadian itu menyebabkan beberapa kaca jendela rusak, pagar rumah rusak, kursi dekat kolam rusak, salib rusak, satu unit kendaraan sepeda Kendaraan Bermotor Roda Dua Honda Beat rusak, satu unit Kendaraan Pribadi Ertiga warna cokelat lecet, dan korban menderita kerugian materiil kurang lebih sebesar Rp50.000.000,” ujar Kapolda Jabar Irjen Rudi Setiawan di Bandung, Selasa (1/7).

Kasus intoleransi tersebut menarik perhatian serius Gubernur Jabar Dedi Mulyadi yang mengaku Berniat mengawal proses penegakan hukum Sampai saat ini tuntas.





Di samping itu, Dedi mengatakan bakal mengirim tim psikologi untuk Menyediakan layanan pemulihan trauma terhadap korban.

“Kerusakan yang ditimbulkan akibat ulah warga yang dilakukan secara beramai-ramai, kerusakannya ditanggung oleh saya sendiri dan saya Pernah terjadi berkirim uang Rp100 juta kepada keluarga Pak Yongki (penghuni rumah) untuk segera dilakukan perbaikan terhadap kerusakan-kerusakan yang ditimbulkan dari kegiatan anarkis tersebut,” tambah Dedi.

Alarm bahaya

Meski Indeks Kerukunan Umat Beragama (Indeks KUB) tahun 2024 naik 0,45 Skor menjadi 76,47 dari tahun sebelumnya, Kementerian Agama tetap mengingatkan tantangan dalam menjaga kerukunan beragama masih ada.

“Beberapa kasus intoleransi dan sikap umat beragama yang belum menunjukkan sikap moderat masih terjadi di berbagai wilayah,” kata Wakil Menteri Agama saat itu Saiful Rahmat Dasuki pada Kamis, 3 Oktober 2024, dilansir dari laman Kementerian Agama.

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029 yang disusun Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Indeks KUB ditargetkan mencapai angka 78.

Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam (Bimas Islam) Kemenag melakukan dua upaya untuk mencapai tujuan tersebut, yaitu melalui penguatan moderasi beragama dan merawat harmoni dengan pencegahan konflik berdimensi agama.

“Melalui dua upaya tersebut diharapkan target IKUB 2029 bisa tercapai,” tambah Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kemenag Adib dalam kegiatan Sekolah Penyuluh dan Penghulu Aktor atau Aktris Resolusi Konflik Angkatan ke-5 di Jakarta, Rabu, 17 Juli 2024.

Sementara itu, Riset SETARA Institute menyimpulkan kondisi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB) tahun 2024 menunjukkan sinyal terjadinya regresi atau kemunduran di akhir pemerintahan Kepala Negara RI ke-7 Joko Widodo dan awal pemerintahan Kepala Negara RI Pada Saat ini Bahkan Prabowo Subianto.

Sepanjang tahun 2024, SETARA Institute mencatat sebanyak 260 peristiwa dan 402 tindakan pelanggaran KBB.

Jumlah tersebut mengalami peningkatan yang cukup signifikan dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu 217 peristiwa dengan 329 tindakan pada 2023.

Sebanyak 159 tindakan di antaranya dilakukan oleh Aktor atau Aktris negara, sedangkan 243 tindakan dilakukan oleh Aktor atau Aktris non negara.

Pelanggaran KBB oleh Aktor atau Aktris non negara menunjukkan pola yang mengkhawatirkan.

Pelanggaran terbanyak dilakukan oleh organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan dengan 49 tindakan, disusul kelompok warga (40 tindakan), individu warga (28 tindakan), Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebanyak 21 tindakan, ormas umum (11 tindakan), individu (11 tindakan), dan tokoh masyarakat (10 tindakan).

Bergulirnya kasus diskriminasi maupun intoleransi dipicu oleh kesulitan atas berbagai pembatasan dan penolakan izin mendirikan rumah ibadah yang mendasarkan pada Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri (PBM) Tahun 2006 tentang Pendirian Rumah Ibadah.

Dalam riset SETARA Institute, Jabar menempati posisi tertinggi dengan pelanggaran KBB terbanyak selama beberapa tahun terakhir (termasuk 2023 dan 2024).

Intoleransi yang terjadi di Cidahu, Kabupaten Sukabumi, disebut merupakan bagian dari pola Kekejaman yang terus berulang.

Jabar menjadi zona merah dengan 38 peristiwa pelanggaran KBB, termasuk peristiwa KBB yang terjadi di tahun 2025- seperti pembubaran acara Jalsah Salanah Ahmadiyah di Kuningan, gangguan pendirian tempat ibadah di Majalengka, dan penyegelan Masjid Ahmadiyah di Kota Banjar.

“Kejadian-kejadian ini menunjukkan kegagalan sistemik dalam pelindungan hak-hak konstitusional minoritas keagamaan,” ujar Peneliti KBB SETARA Institute Achmad Fanani Rosyidi kepada CNNIndonesia.com, Rabu (2/7).

Selain akar persoalan intoleransi masih kuat mengakar di masyarakat, Fanani memandang banyaknya kasus tersebut Bahkan mencerminkan kelalaian dan pengabaian negara dalam Menyediakan pelindungan terhadap hak konstitusional warganya.

Fanani menilai kasus-kasus intoleransi keagamaan tak cukup diselesaikan hanya dengan ganti rugi materi saja.

Dalam hal ini ia menyentil tindakan Gubernur Jabar Dedi Mulyadi yang memberi santunan Sebanyaknya Rp100 juta untuk memperbaiki kerusakan.

“Tindakan semacam itu di satu sisi lebih sebagai tindakan seorang konten kreator yang mendermakan Sebanyaknya uang pribadi untuk kepentingan konten pada kanal media sosial yang bersangkutan, bukan laiknya seorang gubernur yang terikat pada kewajiban dan otoritas legal untuk menjamin hak-hak konstitusional warga negara,” kata Ia.

Di sisi lain, lanjut Fanani, tindakan tersebut justru menunjukkan kegagalan Dedi sebagai gubernur untuk mencegah kasus-kasus intoleransi.

Berlanjut ke halaman berikutnya…

Gabungan Masyarakat Sipil yang terdiri dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Forum Masyarakat untuk Toleransi (Formassi) Jabar, dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung mendapat informasi ada mediasi yang melibatkan Forum Koordinasi Pimpinan Kecamatan (Forkopimcam), Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), MUI, tokoh masyarakat, serta aparat kepolisian.

Dalam musyawarah itu disepakati rumah singgah di Cidahu Berniat difungsikan kembali sebagai tempat tinggal pribadi dan bukan tempat ibadah. Warga yang terlibat dalam perusakan Bahkan menyatakan kesediaan untuk mengganti kerugian atas kerusakan yang ditimbulkan.

Menurut Gabungan, tindakan intimidasi, perusakan fasilitas, dan perusakan atribut keagamaan serta pernyataan dari Forkopimcam sangat bertentangan dengan prinsip dan konstitusi Indonesia sebagai negara hukum, serta penghormatan atas kebebasan berkumpul dan berserikat sebagaimana tertulis dalam Pasal 29 ayat (1) UUD 1945.

“Kami menolak penyelesaian damai semu yang mengabaikan proses hukum dan keadilan bagi korban,” kata Gabungan (Selasa (1/7) dilansir dari keterangan resminya.

Gabungan mengatakan peristiwa di Cidahu menjadi pengingat serius betapa penting menjunjung toleransi antarumat beragama dan perlunya penegakan hukum terhadap tindakan main hakim sendiri yang melanggar hak konstitusional warga negara.

Untuk itu, Gabungan mendesak aparat kepolisian untuk melakukan proses penegakan hukum tanpa pandang bulu.

Ditambah lagi, Gabungan menuntut Kementerian Agama untuk bertindak tegas dan bertanggung jawab atas aksi intoleransi yang terjadi di Cidahu.

“Pembiaran terhadap tindakan pelarangan ibadah, pengusiran, dan intimidasi merupakan bentuk kelalaian negara dalam menjamin hak konstitusional warga negara atas kebebasan beragama dan berkeyakinan,” ucap Gabungan.

Rekomendasi kebijakan

Di tengah kegagalan Gubernur Jabar dalam mencegah keberulangan kasus intoleransi (principle of non-repetition), Peneliti KBB SETARA Institute Achmad Fanani Rosyidi meminta Kepala Negara Prabowo menunjukkan ketegasannya guna mewujudkan jaminan konstitusi terutama Pasal 29 Ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 dan melaksanakan Asta Cita sebagai visi politiknya.

Kata Ia, Prabowo Pernah terjadi seharusnya menyelaraskan agenda pemajuan KBB dan toleransi menjadi bagian dari agenda prioritas pembangunan negara.

Ditambah lagi, Fanani mengatakan pemerintah pusat mesti mengefektifkan penanganan kebijakan diskriminatif termasuk memenuhi mandat Undang-undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang memerintahkan pembentukan Badan Regulasi Nasional, yang memastikan pembentukan peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang secara lebih sistematis dalam suatu sistem perencanaan yang saksama.

Ditambah lagi, Fanani meminta Menteri Agama untuk meninjau ulang desain dan kinerja Program Moderasi Beragama yang Pada Saat ini Bahkan Sudah diinstitusionalisasikan dengan pembentukan badan khusus dan melalui Peraturan Kepala Negara 58/2023 tentang Penguatan Moderasi Beragama.

Hal itu bertujuan Supaya bisa tidak memicu konflik baru antar-sesama umat beragama di lapangan.

[Gambas:Photo CNN]

Lebih lanjut, Fanani mendorong Menteri Dalam Negeri Supaya bisa memastikan pengarusutamaan inclusive governance bagi pemerintah daerah dengan menerbitkan kebijakan khusus tata kelola yang inklusif dalam mengelola kemajemukan republik.

“Pemerintah Pusat hendaknya segera memiliki kesadaran bahwa intoleransi yang dibiarkan Berniat menjadi bom waktu yang melemahkan kebinekaan dan merusak modal sosial dalam pembangunan bangsa dan negara,” ucap Fanani mengingatkan.



Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA

Exit mobile version